LEMBAGA pegiat lain seperti Setara institute for Democracy and Peace menggaris bawahi kasus-kasus intoleransi beragama yang tidak juga diselesaikan. Dua di antaranya, menurut Setara, adalah kesulitan beribadah yang dialami oleh jemaat GKI Yasmin di Bogor dan penolakan terhadap pengikut Ahmadiyah [dan juga terhadap pengikut Syiah] di Sampang, Madura.
BBC Indonesia
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono hari Jumat (29/08) dijadwalkan akan menghadiri forum global United Nations Alliance of Civilizations di Bali.
SBY rencananya akan memberi sambutan mengenai isu global dan hak asasi manusia sesuai dengan tema forum tersebut “unity in diversity” atau persatuan dalam keberagaman, seperti yang diungkap staf khusus presiden bidang hubungan internasional Teuku Faizasyah.
Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai penyelenggara juga menganggap Indonesia sebagai negara besar, sangat beragam, damai dan cocok untuk menyelaraskan budaya timur dan barat serta Islam dan dunia agama lain, kata Michele Zaccheo, Direktur Pusat Informasi PBB di Indonesia.
Namun masalah hak asasi manusia justru dinilai memburuk selama masa pemerintahan Presiden Yudhoyono dan banyak janjinya terkait HAM tidak terpenuhi, jelas Andreas Harsono, peneliti Indonesia dari organisasi pegiat HAM Human Rights Watch.
“Ketika SBY mulai jadi presiden, dia kan berjanji menyelesaikan masalah-masalah HAM, hak asasi manusia. Yang terkenal kan janji dia soal Munir yah. Menyelesaikan masalah Munir itu kata dia, the test of our history, ujian kita oleh sejarah. Dia juga janji akan membereskan yang lain, ’65, orang hilang dan seterusnya. Ternyata itu semua tidak dia penuhi,” kata Andreas.
Lembaga pegiat lain seperti Setara institute for Democracy and Peace menggaris bawahi kasus-kasus intoleransi beragama yang tidak juga diselesaikan.
Dua diantaranya, menurut Setara, adalah kesulitan beribadah yang dialami oleh jemaat GKI Yasmin di Bogor dan penolakan terhadap pengikut Ahmadiyah [dan juga terhadap pengikut Syiah] di Sampang Madura.
Menanggapi pendapat tersebut, staf khusus presiden bidang hubungan internasional Teuku Faizasyah mengatakan situasi di Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lain.
“Karena justru, kalau kita bandingkan apa yang terjadi di dunia saat sekarang apa yang dilihat sebagai kasus-kasus intoleransi itu, tidak bisa dibandingkan dengan apa yang terjadi di Timur Tengah di kawasan lainnya di dunia. Bahkan apa yang terjadi juga belum lama ini di Amerika Serikat kan cerminan kasus-kasus intoleransi,” kata Teuku Faizasyah.
Harapan pada pemerintah baru
Di lain pihak, tidak banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintahan Yudhoyono yang tinggal tujuh pekan lagi. Karenanya Bonar Tigor Naipospos, dari Setara Institute berharap pemerintah yang akan datang dapat memberi solusi terhadap kasus-kasus intoleransi beragama.
“Enam bulan pertama, dia (Jokowi) dapat mengambil langkah konkret misalnya, satu menyelesaikan persoalan GKI Yasmin. Kedua misalnya, mengembalikan fungsi masjid Al Misbah di Bekasi yang disegel oleh pemerintah kota. Kemudian memulangkan pengungsi Syiah yang sekarang ini ada di Sidoarjo ke Sampang,” ujar Bonar.
Bonar juga berharap pemerintah yang akan datang dapat menghapus regulasi dan peraturan pemerintah yang bersifat diskriminatif terhadap kelompok tertentu.
Forum global United Nations Alliance of Civilizations akan berlangsung hingga Sabtu (30/08) dan juga akan dihadiri oleh sekretaris jenderal PBB Ban Ki Moon.


















