W3vina.COM Free Wordpress Themes Joomla Templates Best Wordpress Themes Premium Wordpress Themes Top Best Wordpress Themes 2012

Tag Archive | "Komisi Perlindungan Anak Indonesia"

Diskusi Publik; Kasus intoleransi beragama bahayakan psikologis anak

PEMANTAUAN dilakukan dengan wawancara dan diskusi kelompok terfokus bersama 407 narasumber yang terdiri dari 326 korban, 48 aparat negara, 9 pelaku intoleran, dan 24 anggota organisasi masyarakat. Kasus utama yang diangkat menjadi potret umum adalah kasus Ahmadiyah, GKI Yasmin, HKBP Cikeuting, HKBP Filadelfia, Syiah dan Baha’i.

Hanna Azarya Samosir, CNN Indonesia
Selasa, 23 Desember 2014; 05:51 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Korban intoleransi beragama yang terjadi di Indonesia dipastikan bukan hanya berasal dari kalangan dewasa, namun juga anak-anak. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Maria Aviati, menilai anak-anak lebih rentan menjadi korban secara psikis kasus-kasus intoleransi tersebut.

Menurut Maria, kondisi seorang anak sangat terkait dengan orang tuanya. Ketika orang tuanya mendapat perlakuan intoleran, anak-anak akan dengan mudah merasa gamang.

“Mereka akan bertanya mengapa ia tidak boleh beribadah. Mereka akan bingung mengapa mau beribadah harus melalui proses sulit,” ujar Maria dalam diskusi publik di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (22/13).

Tidak hanya itu, perlakuan kasar dan dikucilkan dari lingkungan tumbuh kembang yang rentan terjadi akibat intoleransi, dikatakan Maria, dapat menimbulkan kekhawatiran baru. Dia menyebutkan, dampak dari intoleran sangat mungkin membuat anak-anak kelak menganggap bahwa kekerasan dan kebencian adalah hal yang biasa.

Berkaitan dengan pernyataan Maria, Ketua Pelapor Khusus Kebebasan Beragama Komisi Nasional Perempuan, Sinta Nuriyah Wahid, menganggap pendidikan anak merupakan tanggung jawab perempuan sebagai ibu.

“Ketakutan perempuan (dalam kasus intoleransi) lebih besar. Tidak hanya dirinya, tapi juga anaknya. Mungkin buat laki-laki tidak terpikirkan sejauh itu, tapi ibu punya tanggung jawab moral,” tuturnya.

Melihat dampak besar dari kondisi ini, Maria meminta pemerintah untuk mendengarkan keluhan masyarakat tanpa pandang bulu. “Jangan seperti selama ini. Kalau yang menyampaikan pihak yang dipandang, baru direspons. Kalau masyarakat biasa, menguap begitu saja,” tutur Maria.

Semua ini, menurut Maria, tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 21 dikatakan bahwa Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan bahasa, serta status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan mental.

Dalam acara ini, Sinta memaparkan hasil pantauan intoleransi beragama di 40 kota/kabupaten di 12 provinsi sejak Juni 2012 sampai Juni 2013. Pemantauan dilakukan dengan wawancara dan diskusi kelompok terfokus bersama 407 narasumber yang terdiri dari 326 korban, 48 aparat negara, 9 pelaku intoleran, dan 24 anggota organisasi masyarakat. Kasus utama yang diangkat menjadi potret umum adalah kasus Ahmadiyah, GKI Yasmin, HKBP Cikeuting, HKBP Filadelfia, Syiah dan Baha’i.

(meg)

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

tersiksa-karena-agama-derita-komunitas-ahmadiyah-1

Tersiksa karena agama

Merdeka.com – Sewindu sudah kehidupan mereka tidak menentu. Penantian mereka hidup normal seperti masyarakat lain seperti jauh panggang dari api. Sebagian malah mencaci, menghujat, membunuh kehadiran mereka. Tak ada perhatian khusus buat pengungsi komunitas Ahmadiyah di Pulau Lombok.

Mereka telah mengalami berbagai tekanan mental sekaligus fisik. Terbiasa berpindah-pindah hunian sejak 2006 hingga sekarang. Cuma ada dua pengungsian buat mereka di gedung Transito, Mataram, Lombok Barat, dan eks rumah sakit, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Kondisi pengungsian tidak layak dihuni manusia membikin miris.

Laporan tim gabungan advokasi berisi Ombudsman, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan, menyebut pada 19 Oktober 2005 terjadi penyerangan atas jamaah Ahmadiyah di Dusun Ketapang, Desa Gegerung, Lingsar, Lombok Barat. Di sana terdapat 33 keluarga penganut Ahmadiyah berada dalam satu rukun tetangga.

Penyerbuan dilakukan oleh delapan kampung sekitar. Mereka membakar dan meratakan rumah pemeluk Ahmadiyah. Dalam setahun itu sudah empat kali massa menghujam Kampung Ketapang. Berlalu seperempat dasawarsa mereka mulai mengungsi di gedung Transito sampai detik ini.

Berawal dari selebaran menghasut, kejadian serupa juga menimpa komunitas Ahmadiyah di Desa Prapen, Praya, Lombok Tengah, berawal dari selembaran mengalami hal serupa. Akibatnya, 16 keluarga meliputi 27 lelaki dan 31 perempuan terpaksa bermukim di gedung bekas rumah sakit Praya.

Pengungsi di gedung Transito hanya menempati ruangan bersekat kain dan kardus pemisah satu keluarga dengan keluarga lain. Selama di gedung usang itu, sampai hari ini tercatat ada 146 pengungsi dari 33 keluarga. Sebanyak 22 anak telah lahir, enam orang menikah, dan enam meninggal.

Tak lebih baik di Praya. Mereka harus membersihkan sendiri lokasi pengungsian. Saban keluarga menempati satu ruangan seluas 3×5 meter persegi dengan kamar mandi di dalam. “Persoalan ini bisa terjadi lantaran beberapa hal, seperti keputusan bersama kurang efektif untuk menangani konflik Ahmadiyah.”

Mereka terkatung-katung. Jangankan kembali menjalani kehidupan normal, harta dan pekerjaan mereka sudah sirna.

Posted in Nasional, PersekusiComments (0)

Perempuan Ahmadiyah NTB, mengalami diskriminasi karena keyakinan

mmdnewssyndicate; 09/12/2014 MUKHOTIB MD

PEREMPUAN Ahamdiyah NTB telah mengalami pemiskinan. Mereka diusir berulang kali dari tempat tinggal, sehingga kehilangan sumber penghidupan terutama kebun, sawah, rumah dan tempat usaha. “Perempuan juga kesulitan memulai usaha yang baru karena tidak ada jaminan keamanan,” kata Masruchah, Wakil Ketua Komnas Perempuan, saat peluncuran Laporan Tim Gabungan Advokasi Jamaah Ahmadiyah Nusa Tenggara Barat (NTB) di kantor Ombudsman, kemarin (08/12/2014).

Temuan yang lain, perempuan Ahmadiyah mengalami penurunan atas akses kehidupan layak. Mereka kerap kali mengalami gangguan dan ancaman ketika berjualan di pasar, karena keyakinannya Ahmadiyah. Mereka tak bisa mengakses bantuan pemerintah karena tidak memiliki KTP.

Selain itu, kata Masruchah, perempuan Ahmadiyah kesulitan mengakses bantuan kesehatan. Mereka selalu menghadapi berbagai pertanyaan mengenai tempat tinggal di pengungsian. “Pada akhirnya pertanyaan tentang keyakinannya Ahmadiyah,” katanya.

Tim Gabungan ini, selain beranggotakan Komnas Perempuan, juga Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Ombudsman Republik Indonesia.

Lili Pintauli (LPSK), yang hadir sebagai narasumber mengatakan, “Polda NTB agar memberikan kepastian hukum kepada Jamaah Ahmadiyah, dan memberikan perlindungan rasa aman terhadap pengungsi Ahmadiyah di NTB”.

Menurut Maria Ulfah (KPAI) perempuan dan anak menghadapi keterbatasan terhadap akses pemulihan dan pemenuhan hak-hak dasarnya selama masa pengungsian. Dampaknya ke anak, misalnya, sulit melakukan pengurusan hak akte kelahiran anak, hak kesehatan termasuk hak pendidikan karena anak ikut dipindahkan sekolahnya “Masih terjadi diskriminasi dalam pelayanan publik,” katanya.

Persoalan yang dihadapi Jamaah Ahmadiyah dan terjadinya kekerasan dan menjadi pengungsi di negeri sendiri sejak 1996, menurut Masruchah, sebagai implikasi dari keyakinan yang dianggap tidak benar. Konflik terjadi karena nilai-nilai patriarki yang masih besar.

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

5 lembaga desak Jokowi sikapi Ahmadiyah NTB

SENIN, 08 DESEMBER 2014 | 16:40 WIB

TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jayadi Damanik, mengatakan 137 warga menjadi pengikut Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat hingga saat ini masih mengalami diskriminasi. Masalah ini membuat Komnas HAM dan empat lembaga negara meminta Presiden Joko Widodo menuntaskan masalah tersebut. (Baca: 7 Tahun Terusir, Warga Ahmadiyah Tak Punya KTP)

“Kami akan segera melayangkan surat, dan mengadakan pertemuan dengan Jokowi untuk memprioritaskan nasib Ahmadiyah di NTB,” ujar dia, saat ditemui di kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta. Pengikut Ahmadiyah diusir delapan tahun lalu dari kampung halamannya, Dusun Ketapang, Desa Gegerung, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, dan kini mengungsi di Asrama Transito, Nusa Tenggara Barat, Mataram.

Selain Komnas HAM, lembaga negara lain adalah Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dan Ombudsman RI. Mereka membentuk Tim Gabungan Investigasi untuk Pemulihan Hak-hak Pengungsi Ahmadiyah di NTB. (Baca: MUI NTB Usul Ahmadiyah Dibekukan)

Selain meminta perhatian Jokowi, mereka pun akan menyampaikan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi NTB untuk membuat solusi atas hilangnya hak dasar kaum minoritas.

Menurut Jayadi, penduduk Ahmadiyah kerap mengalami diskriminasi seperti kesulitan mengurus kartu tanda penduduk, akta surat nikah, kartu keluarga, dan rapor sekolah. Mereka pun kerap mengalami ancaman perkosaan dan pelecehan seksual di lingkungan pengungsian.

Masalah yang menimpa kaum Ahmadiyah, kata Jayadi, disebabkan oleh surat keputusan bersama tiga menteri yang tidak berjalan efektif untuk menyelesaikan konflik Ahmadiyah. Peran kepolisian yang belum berhasil mengamankan dan melindungi pengungsi. “Gubernur NTB malah memaksakan kaum Ahmadiyah untuk berpindah agama. Itu diskriminasi,” kata Jayadi.

Pada pemerintahan sebelumnya, bekas Menteri Agama Surya Dharma Ali meminta warga Ahmadiyah tidak lagi menyebut agamanya Islam. Sementara itu, kaum Ahmadiyah sudah berulang kali bersurat untuk meminta keputusan pemerintah terkait dengan status agamanya. Padahal, orang-orang Ahmadiyah yakin ajaran mereka bagian dari Islam.

Mereka mengaku tidak mendapat haknya sebagai warga negara seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat

PERSIANA GALIH

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

@WartaAhmadiyah

Tweets by @WartaAhmadiyah

http://www.youtube.com/user/AhmadiyahID

Kanal Youtube

 

Tautan Lain


alislam


 
alislam


 
alislam


 
alislam

Jadwal Sholat

shared on wplocker.com