Posted on 17 December 2014. Tags: ahmadi, ahmadiyah, AMAN, anak, Lombok Barat, Mataram, Merdeka.com, NU, Ombudsman, perempuan, UK
Merdeka.com – Beginilah nasib pengungsi Ahmadiyah di di asrama Transito, Mataram, Lombok Barat, dan gedung bekas rumah sakit di Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, menurut laporan gabungan tim advokasi untuk pemulihan hak-hak pengungsi Ahmadiyah. Perempuan dan anak-anak paling rentan tertekan.
Lantaran tidak memiliki akte kelahiran, anak-anak di Transito terganjal saat masuk sekolah. Mereka pun terkena cap buruk, seperti sepuluh siswa Sekolah Dasar Negeri 42 Mataram. Di buku rapor mereka ada tulisan Rapor Anak-anak Ahmadiyah.
Sejumlah anak di pengungsian Transito pada masa awal menerima perlakuan berbeda ketika mendaftar ke sekolah dasar. Mereka diuji membaca Alquran. Tapi syarat tes itu tidak berlaku bagi anak-anak non-Ahmadiyah.
Para perempuan Ahmadiyah juga mengalami penurunan kondisi mental dan kejiwaan. Tidak tahan melihat langsung pembakaran rumah milik mereka, ada yang sampai stres hingga dirawat beberapa hari di rumah sakit jiwa di Mataram. Empat perempuan Ahmadiyah mengaku mengalami kekerasan seksual saat penyerbuan.
Seorang perempuan jamaah Ahmadiyah memiliki gudang pisang dan kelapa di Pasar Bertais, Lombok Barat, tidak bisa berjualan karena ada ancaman gudangnya akan dirusak. Dia kemudian menitipkan usahanya kepada seseorang namun akhirnya ditipu.
“Rekomendasi tim gabungan lima lembaga negara itu merupakan hasil penemuan bersama mendapati sejumlah temuan hilangnya hak-hak dasar pengungsi Ahmadiyah,” kata Ombudsman. Ancaman pemerkosaan dan pelecehan seksual di tempat pengungsian, penyerangan, serta pengusiran berulang terhadap pengungsi.
Selama di pengungsian tidak ada bantuan kesehatan bagi mereka. Perempuan Ahmadiyah menyampaikan mereka tidak memiliki sumber kehidupan layak untuk melanjutkan masa depan. Mereka juga mudah tertekan lantaran kesulitan usaha padahal tuntutan biaya pendidikan anak dan kebutuhan keluarga terus meningkat.
Posted in Nasional, Persekusi
Posted on 17 December 2014. Tags: agama, ahmadi, ahmadiyah, anak, Bali, Indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Lombok Barat, Mataram, Merdeka.com, NU, Ombudsman, perempuan, UK
Merdeka.com – Sewindu sudah kehidupan mereka tidak menentu. Penantian mereka hidup normal seperti masyarakat lain seperti jauh panggang dari api. Sebagian malah mencaci, menghujat, membunuh kehadiran mereka. Tak ada perhatian khusus buat pengungsi komunitas Ahmadiyah di Pulau Lombok.
Mereka telah mengalami berbagai tekanan mental sekaligus fisik. Terbiasa berpindah-pindah hunian sejak 2006 hingga sekarang. Cuma ada dua pengungsian buat mereka di gedung Transito, Mataram, Lombok Barat, dan eks rumah sakit, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Kondisi pengungsian tidak layak dihuni manusia membikin miris.
Laporan tim gabungan advokasi berisi Ombudsman, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan, menyebut pada 19 Oktober 2005 terjadi penyerangan atas jamaah Ahmadiyah di Dusun Ketapang, Desa Gegerung, Lingsar, Lombok Barat. Di sana terdapat 33 keluarga penganut Ahmadiyah berada dalam satu rukun tetangga.
Penyerbuan dilakukan oleh delapan kampung sekitar. Mereka membakar dan meratakan rumah pemeluk Ahmadiyah. Dalam setahun itu sudah empat kali massa menghujam Kampung Ketapang. Berlalu seperempat dasawarsa mereka mulai mengungsi di gedung Transito sampai detik ini.
Berawal dari selebaran menghasut, kejadian serupa juga menimpa komunitas Ahmadiyah di Desa Prapen, Praya, Lombok Tengah, berawal dari selembaran mengalami hal serupa. Akibatnya, 16 keluarga meliputi 27 lelaki dan 31 perempuan terpaksa bermukim di gedung bekas rumah sakit Praya.
Pengungsi di gedung Transito hanya menempati ruangan bersekat kain dan kardus pemisah satu keluarga dengan keluarga lain. Selama di gedung usang itu, sampai hari ini tercatat ada 146 pengungsi dari 33 keluarga. Sebanyak 22 anak telah lahir, enam orang menikah, dan enam meninggal.
Tak lebih baik di Praya. Mereka harus membersihkan sendiri lokasi pengungsian. Saban keluarga menempati satu ruangan seluas 3×5 meter persegi dengan kamar mandi di dalam. “Persoalan ini bisa terjadi lantaran beberapa hal, seperti keputusan bersama kurang efektif untuk menangani konflik Ahmadiyah.”
Mereka terkatung-katung. Jangankan kembali menjalani kehidupan normal, harta dan pekerjaan mereka sudah sirna.
Posted in Nasional, Persekusi
Posted on 09 December 2014. Tags: 2014, agama, ahmadi, ahmadiyah, AMAN, anak, Desember 2014, HAM, Indonesia, islam, Jakarta, Joko Widodo, JokoWi, Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komnas HAM, KTP, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Lombok Barat, Mataram, menteri agama, MUI, NTB, NU, Ombudsman, ORI, perempuan, Tempo.co, UK
SENIN, 08 DESEMBER 2014 | 16:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jayadi Damanik, mengatakan 137 warga menjadi pengikut Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat hingga saat ini masih mengalami diskriminasi. Masalah ini membuat Komnas HAM dan empat lembaga negara meminta Presiden Joko Widodo menuntaskan masalah tersebut. (Baca: 7 Tahun Terusir, Warga Ahmadiyah Tak Punya KTP)
“Kami akan segera melayangkan surat, dan mengadakan pertemuan dengan Jokowi untuk memprioritaskan nasib Ahmadiyah di NTB,” ujar dia, saat ditemui di kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta. Pengikut Ahmadiyah diusir delapan tahun lalu dari kampung halamannya, Dusun Ketapang, Desa Gegerung, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, dan kini mengungsi di Asrama Transito, Nusa Tenggara Barat, Mataram.
Selain Komnas HAM, lembaga negara lain adalah Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dan Ombudsman RI. Mereka membentuk Tim Gabungan Investigasi untuk Pemulihan Hak-hak Pengungsi Ahmadiyah di NTB. (Baca: MUI NTB Usul Ahmadiyah Dibekukan)
Selain meminta perhatian Jokowi, mereka pun akan menyampaikan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi NTB untuk membuat solusi atas hilangnya hak dasar kaum minoritas.
Menurut Jayadi, penduduk Ahmadiyah kerap mengalami diskriminasi seperti kesulitan mengurus kartu tanda penduduk, akta surat nikah, kartu keluarga, dan rapor sekolah. Mereka pun kerap mengalami ancaman perkosaan dan pelecehan seksual di lingkungan pengungsian.
Masalah yang menimpa kaum Ahmadiyah, kata Jayadi, disebabkan oleh surat keputusan bersama tiga menteri yang tidak berjalan efektif untuk menyelesaikan konflik Ahmadiyah. Peran kepolisian yang belum berhasil mengamankan dan melindungi pengungsi. “Gubernur NTB malah memaksakan kaum Ahmadiyah untuk berpindah agama. Itu diskriminasi,” kata Jayadi.
Pada pemerintahan sebelumnya, bekas Menteri Agama Surya Dharma Ali meminta warga Ahmadiyah tidak lagi menyebut agamanya Islam. Sementara itu, kaum Ahmadiyah sudah berulang kali bersurat untuk meminta keputusan pemerintah terkait dengan status agamanya. Padahal, orang-orang Ahmadiyah yakin ajaran mereka bagian dari Islam.
Mereka mengaku tidak mendapat haknya sebagai warga negara seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat
PERSIANA GALIH
Posted in Nasional, Persekusi, Perspektif
Posted on 21 April 2014. Tags: ahmadi, ahmadiyah, Indonesia, Lombok Barat, Mataram, MUI, NTB
SEJUMLAH anak kisaran usia tiga hingga tujuh tahun terlihat bermain di depan Wisma Transito, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Mereka bernyanyi atau sekadar bercanda melepas tawa, sekilas tidak ada beban yang terpancar dari wajah lugu anak-anak Ahmadiyah ini. Read the full story
Posted in Uncategorized
Posted on 21 April 2014. Tags: agama, ahmadi, ahmadiyah, Indonesia, islam, Lombok Barat, Mataram, NTB, pakistan, skb, Susilo Bambang Yudhoyono, syiah, Yogyakarta
HINGGA saat ini masa ada sekitar 30 keluarga Ahmadiyah yang hidup di pengungsian di Wisma Transito, Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Sejak tujuh tahun silam, jemaah Ahmadiyah mengungsi dari desa mereka di Ketapang, Lombok Barat setelah sebelumnya mengalami intimidasi dan kekerasan yang berujung pada pengusiran paksa. Read the full story
Posted in Uncategorized
Posted on 21 November 2013. Tags: ahmadi, ahmadiyah, Lombok Barat, Mataram, NTB
KBR68H, Jakarta – WARGA Ahmadiyah di pengungsian Transito menyambut baik rencana Pemprov dan Pemda Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat terkait rencana pembuatan KTP bagi mereka. Koordinator pengungsi Shahiddin mengatakan, identitas tersebut penting bagi warga untuk bisa menerima pelayanan dan fasilitas dari pemerintah. Read the full story
Posted in Nasional
Posted on 21 November 2013. Tags: ahmadi, ahmadiyah, Lombok Barat, Mataram, NTB
TEMPO.CO, Mataram – Sebanyak 32 kepala keluarga (KK) warga Ahmadiyah di Asrama Transito, Mataram, dan delapan KK di RSUD Praya, Lombok Tengah, akan segera mendapat legalitas kependudukan. Read the full story
Posted in Nasional, Persekusi
Posted on 20 August 2013. Tags: agama, ahmadi, ahmadiyah, Indonesia, islam, Lombok Barat, Mataram, muslim, NTB
DALAM kasus Ahmadiyah, Tuan Guru Subki Sasaki sempat dicap sebagai penganut Islam liberal. Pada 4 Februari 2006, jemaah Ahmadiyah diserbu dan diusir paksa dari Dusun Ketapang, Kelurahan Gegerung, Lombok Barat. Rumah jemaah Ahmadiyah dibakar dan dirusak sehingga mereka harus pergi dari tempat tinggalnya. Subki memutuskan membela dan melindungi penganut Ahmadiyah. Read the full story
Posted in Nasional