W3vina.COM Free Wordpress Themes Joomla Templates Best Wordpress Themes Premium Wordpress Themes Top Best Wordpress Themes 2012

Tag Archive | "SBY"

Komnas HAM nilai kebebasan beragama periode SBY

MISALNYA, kasus yang melibatkan komunitas Syiah dan Ahmadiyah. Juga penutupan rumah ibadah, seperti di Aceh Singkil, tempat 17 gereja ditutup; dan penutupan lima gereja di Yogyakarta. “Sampai saat ini penyelesaiannya tidak ada,” kata Rahmat.

TEMPO.CO, Jakarta – Komisioner Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, M. Imdadun Rahmat, mengatakan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono gagal melindungi masyarakat dalam menjalankan kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB).

“Komnas HAM kecewa dengan pemerintahan SBY,” ujar Rahmat saat ditemui Tempo di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary 4B, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 4 September 2014.

Menurut Rahmat, sampai saat ini masih banyak kasus seputar KBB yang tidak dituntaskan pemerintah SBY. “Bahkan seratus hari terakhir pemerintahan SBY tidak ada menyinggung kasus KBB,” ujarnya. (Baca: Komnas PA Minta Penitipan Anak Diawasi Lebih Ketat)

Sebelumnya, menurut Komnas HAM, pemerintah SBY tidak melakukan tugasnya melindungi warga negara Indonesia dalam menjalankan KBB. Ada banyak kasus menyangkut KBB yang tidak diselesaikan hingga sekarang.

Misalnya, kasus yang melibatkan komunitas Syiah dan Ahmadiyah. Juga penutupan rumah ibadah, seperti di Aceh Singkil, tempat 17 gereja ditutup; dan penutupan lima gereja di Yogyakarta. “Sampai saat ini penyelesaiannya tidak ada,” kata Rahmat.

Karena itu, Komnas HAM menilai pemerintah SBY gagal dan memang tidak berkomitmen memenuhi hak warga menjalankan KBB. “Masih banyak pelanggaran dan diskriminasi kepada kelompok minoritas,” katanya.

Menurut Rahmat, sudah seharusnya pemerintah mendatang, di bawah pimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla, mengupayakan penyelesaian berbagai kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan yang ditinggalkan rezim SBY.

“Mau kapan lagi diselesaikan kalau tidak oleh Jokowi?” ujarnya. Apalagi, Rahmat melanjutkan, salah satu visi-misi Joko Widodo-Jusuf Kalla adalah penegakan hak asasi manusia. “Sudah pas dan wajib dijalankan oleh Jokowi,” katanya.

ODELIA SINAGA

_
Dikutip juga oleh: UCA News

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

Duet Jokowi JK; Jokowi didesak tuntaskan kasus kebebasan beragama di Indonesia

MENURUT Imdadun ada beberapa contoh kasus yang selama ini terbengkalai selama bertahun-tahun. Misalnya saja kasus warga Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat yang menjadi pengungsi atau nasib penganut Syiah di Sampang, Madura. “Ada beberapa kasus utama yang bisa di-address oleh pemerintah baru. Yaitu kasus kekesaran terhadap warga Ahmadiyah di NTB, begitu juga dengan kasus Syiah, Sampang.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla segera menyelesaikan hak atas jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.

Komisioner Komnas HAM, Imdadun Rahmat, mengatakan pemerintahan Jokowi-JK harus memasukkan program perlindungan hak atas kebebasan beragama dalam program 100 hari pemerintahan mereka.
Imdadun mendesak itu menjadi prioritas pemerintahan Jokowi-JK menyusul kegagalan pemerintahan SBY-Boediono menyelesaikan permasalahan keagamaan di Indonesia.

“Kami menyerukan agar kegagalan itu tidak berulang pada pemerintahan yang akan datang dengan cara memasukkan isu atau tanggung jawab negara untuk pemenuhan penghormatan dan perlindungan HAM menjadi prioritas kalau bisa seratus hari pemerintahan yang akan datang dengan cara membentuk satu panitia khusus yang diberi mandat presiden untuk menyelesaikan masalah yang tidak selesai,” ujar Imdadun saat memberikan keterangan pers di kantornya, Jakarta, Rabu (4/9/2014).

Menurut Imdadun ada beberapa contoh kasus yang selama ini terbengkalai selama bertahun-tahun. Misalnya saja kasus warga Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat yang menjadi pengungsi atau nasib penganut Syiah di Sampang, Madura.

“Ada beberapa kasus utama yang bisa di-address oleh pemerintah baru. Yaitu kasus kekesaran terhadap warga Ahmadiyah di NTB, begitu juga dengan kasus Syiah, Sampang. Juga kasus problem-problem rumah ibadah itu juga harus diselesaikan,” beber Imdadun.

Imdadun menambahkan desakan penyelesaian tersebut sejalan dengan progam visi-misi Joko Widodo-Jusuf Kalla saat kampanye calon presiden dan wakil pesiden.

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Willy Widianto

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

Komnas HAM tagih janji Jokowi soal Ahmadiyah

Pertama, memberikan kepastian hukum dengan memberikan perlindungan melalui akses kebenaran, keadilan dan pemulihan bagi korban pengungsian Ahmadiyah di Mataram, pengungsi Syiah Sampang, jemaat HKBP Filadelfia Bekasi, jemaat GKI Yasmin Bogor, jamaah Masjid di Batuplat NTT dan jamaah mushalla di Denpasar, Bali.

Harian Terbit

Jakarta, HanTer – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menagih komitmen Joko Widodo (Jokowi) atas penegakan perlindungan dan pemajuan hak beragama, berkeyakinan dan beribadah, yang tertuang dalam visi dan misi Presiden terpilih itu.

“Dalam visi dan misinya Presiden terpilih berkomitmen atas penegakkan HAM, salah satunya perlindungan dan pemajuan atas hak beragama, berkeyakinan dan beribadah, namun patut dimasukkan ke dalam program prioritas kerja nyata di awal pemerintahan baru,” ujar Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.

Imdadun menyampaikan sedikitnya terdapat lima hal terkait kebebasan beragama, yang patut dipertimbangkan Jokowi dalam program prioritas di kabinetnya.

Pertama, memberikan kepastian hukum dengan memberikan perlindungan melalui akses kebenaran, keadilan dan pemulihan bagi korban pengungsian Ahmadiyah di Mataram, pengungsi Syiah Sampang, jemaat HKBP Filadelfia Bekasi, jemaat GKI Yasmin Bogor, jamaah Masjid di Batuplat NTT dan jamaah mushalla di Denpasar, Bali.

Kedua, mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat, karena PBM itu dinilai diskriminatif.

“Pertimbangan kuantitatif dukungan warga dalam pendirian rumah ibadat pada dasarnya hanya memberikan proteksi berlebihan bagi umat mayoritas, sementara kelompok minoritas agama dilanggar,” ujarnya dikutip Antara.

Ketiga, mencabut Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat, karena kebijakan itu dinilai formal dan substansial bertentangan konstitusi. “Keberadaan SKB itu menjadi pemicu munculnya aksi-aksi kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah di Indonesia,” kata dia.

Keempat, mempertimbangkan pentingnya UU Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan sebagai konsekuensi logis jaminan perlindungan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan kepada seluruh rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi.

Kelima, membentuk Panitia Khusus yang bertugas melakukan penyelesaian kasus-kasus dan pemajuan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia untuk memastikan dilaksanakannya rekomendasi sebagaimana disebutkan dalam butir satu hingga empat sebagai kebijakan prioritas Presiden terpilih.

Menurut Imdadun hak kebebasan beragama dan berkeyakinan menjadi persoalan yang tidak kunjung diselesaikan. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dinilainya telah gagal menegakkan kebebasan berkeyakinan.

Dia berharap Jokowi tidak mengulangi kegagalan pemerintahan Yudhoyono itu. “Pemerintahan SBY gagal menegakkan kebebasan berkeyakinan. Kami tidak ingin kegagalan ini diteruskan pemerintahan baru, sehingga kami mengusulkan dalam program 100 hari pemerintahan baru agar dimasukkan agenda ini dalam prioritasnya,” ujar dia.

Dia menekankan selama ini terdapat beberapa kasus yang menjadi perhatian nasional dan internasional, yang menunjukkan kegagalan pemerintahan SBY, seperti fakta warga Ahmadiyah di NTB dan Syiah di Sampang yang harus hidup di pengungsian.

“Dua kasus ini potret yang terang benderang bahwa pemerintah gagal menjalankan kewajibannya. Ini kami sebut gagal, karena Komnas HAM sudah berupaya maksimal berkomunikasi dengan Presiden (Yudhoyono), tapi rekomendasi kami tidak dijalankan,” tegas dia.
(Anu)

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

Banyak janji Yudhoyono soal HAM ‘tidak terpenuhi’

LEMBAGA pegiat lain seperti Setara institute for Democracy and Peace menggaris bawahi kasus-kasus intoleransi beragama yang tidak juga diselesaikan. Dua di antaranya, menurut Setara, adalah kesulitan beribadah yang dialami oleh jemaat GKI Yasmin di Bogor dan penolakan terhadap pengikut Ahmadiyah [dan juga terhadap pengikut Syiah] di Sampang, Madura.

BBC Indonesia

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono hari Jumat (29/08) dijadwalkan akan menghadiri forum global United Nations Alliance of Civilizations di Bali.

SBY rencananya akan memberi sambutan mengenai isu global dan hak asasi manusia sesuai dengan tema forum tersebut “unity in diversity” atau persatuan dalam keberagaman, seperti yang diungkap staf khusus presiden bidang hubungan internasional Teuku Faizasyah.

Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai penyelenggara juga menganggap Indonesia sebagai negara besar, sangat beragam, damai dan cocok untuk menyelaraskan budaya timur dan barat serta Islam dan dunia agama lain, kata Michele Zaccheo, Direktur Pusat Informasi PBB di Indonesia.

Namun masalah hak asasi manusia justru dinilai memburuk selama masa pemerintahan Presiden Yudhoyono dan banyak janjinya terkait HAM tidak terpenuhi, jelas Andreas Harsono, peneliti Indonesia dari organisasi pegiat HAM Human Rights Watch.

“Ketika SBY mulai jadi presiden, dia kan berjanji menyelesaikan masalah-masalah HAM, hak asasi manusia. Yang terkenal kan janji dia soal Munir yah. Menyelesaikan masalah Munir itu kata dia, the test of our history, ujian kita oleh sejarah. Dia juga janji akan membereskan yang lain, ’65, orang hilang dan seterusnya. Ternyata itu semua tidak dia penuhi,” kata Andreas.

Lembaga pegiat lain seperti Setara institute for Democracy and Peace menggaris bawahi kasus-kasus intoleransi beragama yang tidak juga diselesaikan.

Dua diantaranya, menurut Setara, adalah kesulitan beribadah yang dialami oleh jemaat GKI Yasmin di Bogor dan penolakan terhadap pengikut Ahmadiyah [dan juga terhadap pengikut Syiah] di Sampang Madura.

Menanggapi pendapat tersebut, staf khusus presiden bidang hubungan internasional Teuku Faizasyah mengatakan situasi di Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lain.

“Karena justru, kalau kita bandingkan apa yang terjadi di dunia saat sekarang apa yang dilihat sebagai kasus-kasus intoleransi itu, tidak bisa dibandingkan dengan apa yang terjadi di Timur Tengah di kawasan lainnya di dunia. Bahkan apa yang terjadi juga belum lama ini di Amerika Serikat kan cerminan kasus-kasus intoleransi,” kata Teuku Faizasyah.

Harapan pada pemerintah baru

Di lain pihak, tidak banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintahan Yudhoyono yang tinggal tujuh pekan lagi. Karenanya Bonar Tigor Naipospos, dari Setara Institute berharap pemerintah yang akan datang dapat memberi solusi terhadap kasus-kasus intoleransi beragama.

“Enam bulan pertama, dia (Jokowi) dapat mengambil langkah konkret misalnya, satu menyelesaikan persoalan GKI Yasmin. Kedua misalnya, mengembalikan fungsi masjid Al Misbah di Bekasi yang disegel oleh pemerintah kota. Kemudian memulangkan pengungsi Syiah yang sekarang ini ada di Sidoarjo ke Sampang,” ujar Bonar.

Bonar juga berharap pemerintah yang akan datang dapat menghapus regulasi dan peraturan pemerintah yang bersifat diskriminatif terhadap kelompok tertentu.

Forum global United Nations Alliance of Civilizations akan berlangsung hingga Sabtu (30/08) dan juga akan dihadiri oleh sekretaris jenderal PBB Ban Ki Moon.

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

KontraS rilis catatan pelanggaran HAM era Presiden SBY

“Misalnya, kasus Ahmadiyah dan pelarangan beribadah terhadap kaum minoritas lainnya. Tapi SBY mendiamkan organisasi lainnya yang melakukan kekerasan,” kata Chrisbiantoro di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Minggu (24/08/2014).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Biro Penelitian Hukum dan HAM Kontras Chrisbiantoro menuturkan banyak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan semasa dua periode Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dalam catatan KontraS, Pemerintahan SBY kerap bertindak diskriminatif terhadap kelompok minoritas yang terjadi di beberapa tempat. Hal tersebut terlihat bagaimana sikap pemerintah mentolerir kelompok lain yang melakukan kekerasan.

“Misalnya, kasus Ahmadiyah dan pelarangan beribadah terhadap kaum minoritas lainnya. Tapi SBY mendiamkan organisasi lainnya yang melakukan kekerasan,” kata Chrisbiantoro di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Minggu (24/08/2014).

Menurutnya, SBY tidak melakukan ketegasan normatif dalam beberapa hal seperti su pelanggaran HAM di Papua. Hal ini terganjal karena ketegasan pelaksanaan hukum terkait distribusi lahan berbeda dengan aturan hukum yang disetujuinya.

“Ketegasan pun sangat diskriminatif, parsial dan tanpa kontrol, tetapi tidak bisa melakukan perlindungan terhadap kaum minoritas,” terangnya.

Selain itu, sambung Chrisbiantoro, tidak ada upaya rekonsialisasi pada kondisi korban dan masyarakat terkait kejahatan HAM. Reformasi peradilan terhadap aktor keamanan tidak berjalan dengan baik.

Hal ini tampak dengan beberapa pelaku utama yang melenggang bebas seperti Prabowo Subianto, Hendropriyono dan pelaku kekerasan lainnya yang seakan kebal hukum. “Ini bukti bahwa pemerintahan SBY tidak melakukan penegakan HAM dengan baik,” katanya.

Penulis: Arif Wicaksono
Editor: Y. Gustaman

_
Berita lain yang ada hubungannya dengan HAM: EraBaru.net.

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

Jokowi didesak selesaikan kasus Syiah & Ahmadiyah

“SBY gagal memulangkan warga Syiah ke Sampang Madura. Tim rekonsiliasi juga tidak jelas juntrungannya. Mereka masih di rumah susun Sidoarjo,” jelas Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos di kantornya. Bahkan pada pengungsi Ahmadiyah di Mataram pemprov NTB belum memberikan KTP kepada mereka.

Merdeka.com – PRESIDEN terpilih Joko Widodo sudah punya tugas rumah menumpuk. Salah satunya menyelesaikan berbagai konflik antar umat beragama di Indonesia.

SETARA Institute for democracy and peace menganggap beberapa konflik antar umat beragama seperti Syiah belumlah tuntas.

“SBY gagal memulangkan warga Syiah ke Sampang Madura. Tim rekonsiliasi juga tidak jelas juntrungannya. Mereka masih di rumah susun Sidoarjo,” jelas Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos di kantornya.

Bahkan pada pengungsi Ahmadiyah di Mataram pemprov NTB belum memberikan KTP kepada mereka.

“Mereka mempunyai hak di sana, lahir di sana semuanya hak-hak mereka menjadi terbengkalai,” sambung dia.

Keadaan serupa juga terjadi pada gereja Taman Yasmin Bogor, gereja HKBP Filadelfia sampai masjid Al Misbah di Bekasi.

“Realitas politik memaksa wali kota tidak berani mengambil keputusan yang tegas. Mereka butuh back up dari pusat. Tugas Jokowi berikutnya membackup Bogor dan Bekasi,” tutupnya.

[ian]

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

KontraS: Perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia di era SBY buruk

HARIS mengatakan, banyak permasalahan kasus HAM yang tidak dapat diselesaikan pada era SBY. Di antaranya adalah kasus kekerasan terhadap kelompok minoritas yang marak terjadi, misalnya kasus Ahmadiyah dan kasus pelanggaran HAM yang dialami pemeluk Syah di Sampang, Madura.

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), menyatakan bahwa perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berlangsung buruk.

SBY dianggap tidak berhasil menyelesaikan permasalahan HAM selama dua periode pemerintahan. “10 tahun bersama SBY saya pikir kita hadapi kondisi HAM indonesia yang buruk,” ujar Koordinator KontraS, Haris Azhar, di Kantor KontraS, Jalan Borobudur no. 14, Menteng Jakarta Pusat, Minggu (24/8/2014).

Haris mengatakan, banyak permasalahan kasus HAM yang tidak dapat diselesaikan pada era SBY. Di antaranya adalah kasus kekerasan terhadap kelompok minoritas yang marak terjadi, misalnya kasus Ahmadiyah dan kasus pelanggaran HAM yang dialami pemeluk Syah di Sampang, Madura.

SBY dinilai melakukan tindakan pasif terhadap orang yang melanggar HAM terhadap kelompok minoritas di Indonesia.

“Diskriminasi terhadap kelompok minoritas berjalan cukup konsisten. Jika dilihat dari sisi pelaku, SBY patut dianggap tolerah terhadap organisasi yang tidak beradab yang melakukan kekerasan dan kebencian terhadap kelompok minoritas,” ujar Haris.

Selain pelanggaran HAM terhadap kelompok minoritas, SBY juga dianggap tidak dapat menangani dengan baik terjadinya pelanggaran HAM di Papua. Dalam catatan KontraS, selama periode SBY, tercatat telah terjadi 264 peristiwa kekerasan dengan jumlah korban tewas mencapai 54 orang, termasuk warga sipil, dan Anggota TNI/Polri.

Dalam upaya menyelesaikan kasus HAM di Papua, lanjut Haris, SBY hanya menjawab dengan pidato kenegaraan pada tahun 2010 di Gedung DPR RI, tanpa diketahui tindak lanjutnya.

KontraS juga menyoroti proses hukum kasus pelanggaran HAM berat masa lalu pada era pemerintahan SBY. Menurut Azhar, SBY seolah-olah menganggap persoalan HAM di masa lalu sudah selesai, dengan mengalihkan proses penyelesaian kasus HAM berat tersebut dari hukum ke jalur politik.

SBY, kata dia, telah memerintahkan Menkopolhukam membentuk tim kecil penyelesaian pelanggaran HAM berat. Namun, hingga kini hasil kerja tim kecil tidak jelas tindak lanjutnya.

“SBY dalam beberapa kesempatan mengatakan bahwa di masanya tidak terjadi pelanggaran HAM yang berat. Mengingkari adanya fakta-fakta pelanggaran HAM yang meluas secara perlahan dalam masa pemerintahannya.,” ucap Haris.

Penulis: Fathur Rochman. Editor: Desy Afrianti.
_
Serupa di tempat lain: Waspada Online.

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

Pelapor PBB: Kebebasan beragama di Indonesia masih buruk

HUMAN Rights Working Group menyatakan laporan pelapor khusus PBB yang menyatakan performa Indonesia masih buruk dalam menjamin kebebasan beragama merupakan peringatan untuk pemerintah Indonesia.

Voice of America | Bahasa Indonesia
_
JAKARTA — Persoalan kekerasan atas nama agama kembali menjadi sorotan. Laporan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang disusun Pelapor Khusus PBB Maina Kiai hari Senin (9/6) menyatakan performa Indonesia masih buruk dalam menjamin kebebasan untuk berkumpul dan berserikat terutama yang dialami kelompok minoritas agama di Indonesia.

Sebelumnya persoalan kekerasan atas nama agama juga pernah menjadi perhatian serius oleh sejumlah negara pada Sidang Universal Periodic Review(UPR) beberapa waktu lalu.

Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Refendi Djamin, Selasa mengatakan laporan PBB itu merupakan peringatan buat pemerintah Indonesia. Menurutnya pemerintah harus memperhatikan perlindungan terhadap kelompok minoritas.

Dia menilai pemerintah selama ini menganggap kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan yang sering terjadi bukan menjadi permasalahan yang serius karena tidak ada tindakan tegas terhadap kelompok intoleran yang melakukan kekerasan kepada kelompok minoritas.

Sekarang ini lanjutnya Indonesia sedang mengalami darurat nasional soal kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Kasus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor contohnya di mana jemaatnya tidak dibolehkan berkumpul untuk beribadah padahal Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan bahwa bangunan GKI Yasmin legal. Meski demikian sejak tahun 2010 hingga kini gereja itu masih disegel dan jemaatnya dilarang beribadah.

Refendi Djamin mengatakan, “Kebhinekaan kita itu terancam. Yang kedua, kenapa dunia internasional begitu besar perhatiannya walaupun kita tidak seperti negara di central Afrika, kejadian di Nigeria dan Boko Haram tetapi karena orang melihat Indonesia itu punya harapan besar menjadi sebuah kekuatan demokrasi di dunia di mana bisa berbasiskan kepada kebhinekaan jadi harapan besar itulah yang ada pada kita.”

Djamin menambahkan permasalah kebebasan beragama dan berkeyakinan yang menjadi sorotan di dunia internasional dapat menurunkan kredibilitas Indonesia sebagai negara demokrasi dan menghargai HAM.

Untuk itu siapapun calon presiden dan wakil presiden yang terpilih nanti tambahnya diharapkan mempunyai agenda yang tegas dan jelas dalam menyelesaikan masalah perlindungan terhadap kelompok minoritas agama.

“Menyelesaikan revisi Undang-undang tentang penodaan agama nah untuk sementara kalau revisi belum ada yah keluarkan saja perpu dulu nah nanti perpu itu yang akan menjadi Undang-undang yang berlaku. Kedua, kasus GKI Yasmin, sudah ada keputusan Mahkamah Agung soal hak untuk pendirian rumah ibadah lakukan saja serta lakukan pengamanan dan pencegahan penyerangan-penyerangan. Jadi agenda perlindungan kelompok minoritas itu diseriuskan dalam sebuah agenda 5 tahun ke depan,” ujar Djamin.

Sementara, juru bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengakui masih adanya gesekan atau perselisihan yang terjadi di masyarakat terkait toleransi beragama, tetapi menurutnya jumlah perselisihan itu tidak banyak.

Menurut Julian, SBY telah berjasa memberikan ruang yang besar dalam kehidupan toleransi beragama di negara yang majemuk ini. Presiden, lanjut Julian tidak lepas tangan terkait persoalan yang ada di masyarakat.

“Apakah ada tempat lain yang lebih menjanjikan kebebasan dalam hal kehidupan beragama sebaik di Indonesia, Kita bisa lihat kebebasan beragam di kita sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 itu betul-betul dijalankan dan dikelola oleh negara sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. Negara tetap hadir didalam untuk menyelesaikan perselisihan,” kata Julian.

Posted in Nasional, PerspektifComments (0)

pemakaman kenegaraan doktor abdul wahab adam

Ghana Selenggarakan Pemakaman kenegaraan Doktor Abdul Wahab Adam

Pemakaman Kenegaraan dan sembahyang jenazah untuk almarhum amir Muslim Ahmadiyah Ghana, Maulwi Wahab Adam telah diselenggarakan di Forecourt di Istana Negara di Accra.

Until his death last Sunday at Korle-Bu Teaching Hospital, Maulvi Wahab Adam was also a member of the National Peace Council.

Hingga meninggalnya Minggu lalu di Rumah Sakit Korle-Bu , Maulwi Wahab Adam juga anggota Dewan Perdamaian Nasional.

Sebagai penghormatan, Ketua Dewan, Most Rev Prof Emmanuel Asante menggambarkan ia sebagai seorang penulis yang, pembicara dan pembawa kedamaian yang luar biasa.

Sementara itu, Uskup Agung Katolik Metropolitan Archbishop of Accra, Charles Palmer Buckle menggambarkan almarhum Dr Maulvi Wahab sebagai rekan yang baik yang selalu bekerja untuk perdamaian.

Ketua Dewan Kristen Ghana Rev Dr Opuni Frimpong berkata Maulvi Wahab Adam adalah seorang pemimpin besar, antusias terhadap persatuan di antara organisasi keagamaan dan warga Ghana dan “Giant among the Men“.

Sebagai mantan Komisi Rekonsiliasi Nasional , Maulwi Wahab Adam mencintai Tuhan dan negaranya dan berusaha melayani keduanya.

Menteri Informasi dan Hubungan Media, Mahama Ayariga, berkata kepergian Dr Maulvi Wahab adalah kehilangan besar tidak hanya untuk misi Ahmadiyah tetapi juga untuk seluruh bangsa [Ghana].

Sumber berbahasa Inggris dapat diaca di : Ahmadiyya Times

Posted in UncategorizedComments (0)

PBB Beri Rapor Merah Soal Toleransi di Indonesia

Di Indonesia, sebagai contoh, kelompok minoritas agama, seperti Ahmadiyah, Bahai, Kristen dan Syiah, menghadapi serangan fisik dari kelompok militan Islam yang sedikit sekali mendapatkan perhatian pemerintah. Read the full story

Posted in UncategorizedComments (0)

Page 2 of 41234

@WartaAhmadiyah

Tweets by @WartaAhmadiyah

http://www.youtube.com/user/AhmadiyahID

Kanal Youtube

 

Tautan Lain


alislam


 
alislam


 
alislam


 
alislam

Jadwal Sholat

shared on wplocker.com