W3vina.COM Free Wordpress Themes Joomla Templates Best Wordpress Themes Premium Wordpress Themes Top Best Wordpress Themes 2012

Tag Archive | "menteri agama"

Kebebasan beragama, warisan SBY, pekerjaan rumah Jokowi

DAFTAR lain, kelompok Ahmadiyah yang sudah hampir delapan tahun terkatung-katung di pengungsian di Asrama Transito Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Kompas.com

KOMPAS.com – PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono telah mengakhiri pemerintahannya dan kini digantikan Presiden Joko Widodo. Bersamaan dengan itu, berbagai masalah lama diwariskan kepada pemerintahan baru, termasuk kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Bagaimana petanya?

”Kami masih mengungsi. Rencana Presiden SBY memulangkan kami sudah mentok,” kata Iklil Almilal (43), juru bicara pengungsi Syiah asal Sampang, di Rumah Susun Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur.

Saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (22/10), Iklil bercerita, dulu betapa girang perwakilan pengungsi saat diterima SBY di rumahnya di Cikeas, Bogor, Juli 2013.

Presiden berjanji memulangkan mereka ke Sampang, dan dibentuk tim rekonsiliasi yang dipimpin Rektor Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Abd A’la. ”Pak SBY bilang, insya Allah, bapak-bapak akan kembali ke kampung Lebaran nanti,” kata Iklil menirukan ucapan Presiden SBY.

Namun, hingga masa jabatan Presiden SBY berakhir 20 Oktober 2014, janji itu kandas. Sebanyak 73 keluarga (173 jiwa) kelompok Syiah masih mengungsi. Tak bisa andalkan bantuan makan Rp 709.000 per jiwa per bulan, mereka berjibaku bekerja serabutan. ”Kami kecewa tak bisa pulang kampung untuk bertani dan beternak seperti dulu,” kata Iklil.

Kelompok Syiah terusir dari Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, dan Desa Bluuran, Kecamatan Karangpenang, Sampang, akibat serangan massa, 26 Agustus 2012. Kekerasan itu menewaskan satu orang, melukai 10 orang, dan 46 rumah terbakar. Jika dihitung sejak tinggal sementara di GOR Sampang sebelum dipindah ke Rumah Susun Jemundo, dua tahun dua bulan sudah mereka mengungsi.

Terbengkalai

Kisah sedih pengungsi Syiah salah satu dari daftar kasus pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia yang terbengkalai selama pemerintahan Presiden SBY.

Daftar lain, kelompok Ahmadiyah yang sudah hampir delapan tahun terkatung-katung di pengungsian di Asrama Transito Mataram, Nusa Tenggara Barat. Begitu pula penyegelan Gereja Kristen Indonesia Yasmin di Bogor, Jawa Barat (berlangsung 5 tahun); izin pendirian masjid di Baluplat, Nusa Tenggara Timur (3 tahun); dan penyegelan Gereja Huria Kristen Batak Protestan Filadelfia di Bekasi (2 tahun).

Saat bersamaan, marak pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, terutama lima tahun terakhir. Berdasarkan laporan The Wahid Institute, ada 121 peristiwa pada 2009. Jumlah ini meningkat jadi 184 peristiwa tahun 2010, 267 peristiwa (2011), dan 278 peristiwa (2012). Tahun 2013, jumlahnya sedikit menurun jadi 245 peristiwa, tetapi kasusnya kian menyebar.

Laporan serupa disampaikan Setara Institute, Maarif Institute, Human Rights Watch, Human Rights Working Group di Indonesia, dan Litbang Kementerian Agama RI. Pelanggaran itu dilakukan aparat negara dan masyarakat. Bentuknya beragam: serangan terhadap kelompok berbeda, pelarangan terhadap aliran yang dicap sesat, pelarangan/penyegelan rumah ibadah, atau kriminalisasi atas nama agama.

Mengapa kondisi itu bisa terjadi pada masa pemerintahan Presiden SBY? Menurut Program Officer The Wahid Institute Alamsyah M Dja’far, pemerintahan saat itu tidak serius menjalankan Pancasila dan UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.

Pekerjaan rumah

Berbagai kasus yang terbengkalai itu kini menjadi pekerjaan rumah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi meminta Jokowi menangani berbagai kasus pelanggaran, khususnya pengungsi dan eksekusi putusan hukum terkait rumah ibadah.

Presiden Jokowi telah memilih kembali Lukman Hakim Saifuddin sebagai Menteri Agama dalam kabinetnya. Seusai pelantikan, Selasa (29/10), Lukman berjanji menyelesaikan kasus-kasus lama yang terbengkalai itu. ”Kami terus mencari solusi. Karena kompleksitas masalahnya, kami harus uraikan secara utuh. Mudah-mudahan ada jalan keluar,” katanya. (Ilham Khoiri)

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik: Indonesia Baru

_
Editor: Sandro Gatra
Sumber: KOMPAS CETAK

Posted in Nasional, PerspektifComments (0)

Menag dituntut tegakkan pluralisme

“MENGINGAT sudah ada kepastian hukum serta berani membuka segel sejumlah masjid Ahmadiyah di beberapa tempat. Kemudian bisa tidak dalam satu tahun ke depan pengungsi Ahmadiyah di Lombok yang sudah 9 tahun. Juga pengungsi Syiah di Sidoarjo yang sudah 3 tahun,” kata Bonar.

Koran Jakarta

KEMBALI diangkatnya Lukman Hakim Saifuddin sebagai menteri agama (menag) membawa harapan baru kehidupan beragama di Tanah Air lebih terjamin. Dalam periode singkat, selama jadi menteri, Wakil Ketua Umum PPP itu telah menunjukkan sosok menteri yang siap berdialog dengan siapa saja. Pekerjaan terberat Lukman sebagai menag adalah memastikan pluralisme di Indonesia bisa tegak kembali dan umat beragama bisa dijamin haknya dalam beribadah sesuai keyakinan dan agamanya.

Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, mengatakan itu di Jakarta, Minggu (26/10). Menurut Bonar, selama Lukman menjadi menag harus diakui politisi PPP itu tak seperti pendahulunya, Suryadharma Ali. Lukman membawa perubahan signifikan di Kemenag. “Bukan hanya soal penyelenggaraan ibadah haji, tetapi juga membuka ruang dialog dengan kelompok minoritas yang selama ini mengalami diskriminasi dan tekanan dari kelompok toleran,” kata dia.

Namun, Bonar berharap ada tindakan lebih lanjut dan nyata, tidak sekadar berdialog dan membuka ruang komunikasi, tetapi juga kebijakan serta tindakan nyata melindungi warga negara yang didiskriminasi keyakinannya. Dia pun menantang Lukman apakah berani dalam 100 hari masa kerjanya sebagai menteri bisa memastikan GKI Yasmin bisa melanjutkan pembangunan rumah ibadahnya.

“Mengingat sudah ada kepastian hukum serta berani membuka segel sejumlah masjid Ahmadiyah di beberapa tempat. Kemudian bisa tidak dalam satu tahun ke depan pengungsi Ahmadiyah di Lombok yang sudah 9 tahun. Juga pengungsi Syiah di Sidoarjo yang sudah 3 tahun,” kata Bonar.

Secara terpisah, Sekjen PDIP, Tjahjo Kumolo, yang didapuk menjadi menteri dalam negeri (mendagri) di Kabinet Kerja menilai penunjukannya itu merupakan tanggung jawab yang diberikan oleh partai dan Presiden Jokowi. Pasca dilantik, jabatan sekjen PDIP akan dilepas. Menurutnya, Mega akan menunjuk Plt Sekjen PDIP hingga pelaksanaan kongres tahun depan. “Saya akan fokus untuk tugas-tugas pemerintahan. Ini amanah. Mudah-mudahan dengan pengalaman saya 30 tahun di DPR jadi bekal, dan saya juga pernah di komisi politik dalam negeri, juga pertahanan,” ujarnya.

Tjahjo mengatakan belum belum mengetahui apa yang akan menjadi skala prioritasnya sebagai mendagri. Menurutnya hal itu menunggu arahan dari Presiden Jokowi. “Besok menunggu arahan Bapak Presiden dalam rapat kabinet pertama setelah pelantikan.

Sebagai Amanah

Sementara itu, menteri sosial (mensos) terpilih Khofifah Indar Parawansah mengaku akan bekerja dengan maksimal atas kepercayaan terhadap dirinya. Menurutnya, jabatan menteri merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada negara dan rakyat.

“Diberi tugas itu amanah, umur itu amanah, rizki itu amanah, dititipi jabatan itu amanah, dan masing-masing amanah ada tanggung jawab, itu dijadikan satu kesatuan,” kata Khofifah di kediamannya, Jalan Pengadegan Timur Raya, Jakarta, Minggu.

“Karena tambah amanah, saya akan bekerja semaksimal mungkin,” sambung mantan Menteri PPA dan Kepala BKKBN era Presiden Abdurrahman Wahid ini.

Mengenai agenda pertama yang akan dilakukan sebagai mensos, Khofifah masih meenunggu pelantikan dan sidang kabinet. “Kita akan menunggu deadline dari Presiden dan besok (Senin, 27/10) akan disampaikan pada saat rapat kabinet. Jadi, garis besar dan program-program kementerian lembaga masih akan menunggu arahan presiden, setelah itu kita diberi kewenangan untuk mem-breakgdown termasuk menyampaikan program-program apa di tiap kementerian, jadi semua menunggu setelah arahan rapat kabinet,” kata Khofifah.

Khofifah menjelaskan arahan tersebut disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo sebelum pengumuman menteri. “Dalam briefing, tidak boleh menyampaikan program sebelum ada arahan supaya bisa terintegrasi karena masing-masing kementerian lembaga ada titik singgungnya,” tandasnya.

Hal senada juga diucapkan oleh menteri ketenagakerjaan terpilih, M Hanif Dhakiri. Dia menuturkan akan bekerja keras dalam menjalankan amanah sebagai menteri pada pemerintahan Jokowi-JK. “Alhamdulillah, ini semua adalah amanat dari Allah. Semoga kami bisa menjalankan amanah ini dengan baik dan sukses,” kata Hanif.

Mengenai program yang akan dijalankan pasaca terpilih sebagai menteri, Hanif belum bisa memaparkan karena masih menunggu arahan Presiden Jokowi. (ags/har/fdl/N-1)

Posted in Nasional, PerspektifComments (0)

YLBHI: Penyegelan mesjid Ahmadiyah Depok ingkari UUD 45

Jakarta, GATRAnews – Tindakan penyegelan Masjid Al-Hidayah milik jemaat Ahmadiyah, di Jalan Raya Muchtar, Sawangan Baru, Depok, oleh aparat Pemerintah Kota, merupakan pengingkaran terhadap UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

Demikian penilaian Koordinator Advokasi Sosial Politik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Mochamad Ainul Yaqin, di Jakarta, Minggu (5/10), menanggapi penyegelan mesjid tersebut.

Menurutnya, tindakan penyegelan kali ketiga tersebut merupakan bentuk kesewenang-wenangan Pemkot Depok, karena mesjid tersebut masih digunakan untuk beribadah.

“YLBHI menilai tindakan Pemkot Depok tersebut tidak memahami Pasal 28 e ayat (1) UUD 1945 yang mengatur, bahwa ‘Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali’,” tandas Ainul.

Menurutnya, Pemkot Depok juga tidak memahami Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, di mana dalam pasal tersebut, mengatur bahwa ‘Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu’.

“DENGAN kata lain, tindakan Pemkot Depok yang melakukan penyegelan Mesjid Al-Hidayah telah mengingkari keberadaan UUD 1945 sebagai konstitusi,” tegas Ainul.

Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Jaksa Agung yang ditandatangani pada 9 Juni 2008, juga tidak memuat tentang penghentian kegiatan jemaat Ahmadiyah, karena dalam pasal Kedua SKB tersebut hanya menyatakan ‘Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan atau anggota pengurus Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam, yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW’.

“Dengan demikian, YLBHI dengan tegas menyatakan, tindakan penyegelan Mesjid Al-Hidayah yang dilakukan oleh Pemkot Depok merupakan tindakan perlawanan terhadap konstitusi negara,” tegasnya.

Pemkot Depok seharusnya menyadari perbuatan tersebut dan segera membuka segel terhadap Mesjid Al-Hidayah, karena tindakan tersebut bertentangan dengan konstitusi.

_
Penulis: Iwan Sutiawan
Editor: Tian Arief

_
GAMBAR: Ketua JAI Depok Budiandra memberikan pengumuman jelang shalat idul adha di Masjid Alhidayah Sawangan, Ahad, 5 Oktober 2014.

Posted in Nasional, PerspektifComments (0)

2 Oktober 1925; ajaran Ahmadiyah masuk ke Aceh Selatan

AtjehPost.co

IA sempat ditahan di Sabang sebelum tiba di Tapak Tuan. Polisi mengira buku-buku agama berbahasa arab dan urdu yang ia bawa adalah buku doktrin komunisme.

ALIRAN Ahmadiyah pernah berkembang di Aceh masa kolonialisme Belanda. Saat itu, aliran yang dikembangkan Mirza Ghulam Ahmad tersebut dibawa oleh juru dakwah Ahmadiyah, Maulana Rahmat Ali atau kerap disapa Tuan Rahmat Ali.

Pria ini merupakan sahabat dekat petinggi Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad. Ia lahir di Rabwah, Pakistan, pada tahun 1893. Tuan Rahmat Ali merupakan “mubalig” pertama Ahmadiyah yang diutus ke Indonesia dari Qadian.

Ia dikenal sebagai ‘Sang Penabur Benih Ahmadiyah’ di Indonesia. Pria ini merupakan lulusan pertama dari Madrasah Ahmadiyah di Qadian pada 1917. Ia kemudian menjadi guru Bahasa Arab dan Agama pada Ta’limul Islam High School (setingkat SMA) di Qadian.

Tuan Rahmat Ali kemudian dipindahkan ke Departemen Pertabligan (Nazarat Da’wat-o-Tabligh) pada 1924. Setahun kemudian pria ini dikirim ke Indonesia menjadi “mubalig” hingga April 1950.

Ia meninggal di Rabwah dan dikubur di Bahisyti Maqbarah pada 31 Agustus 1958.

Selama menjadi utusan Ahmadiyah di Indonesia, ia pernah menyasar Aceh sebagai lokasi dakwahnya. Salah satu kota yang disasar Tuan Rahmat Ali adalah Tapak Tuan, Aceh Selatan pada 2 Oktober 1925. Ia sempat ditahan di Sabang sebelum tiba di Tapak Tuan. Polisi mengira buku-buku agama berbahasa arab dan urdu yang ia bawa adalah buku doktrin komunisme.

Berdasarkan sumber alislam.org, kedatangan Tuan Rahmat Ali ke Tapak Tuan merupakan undangan pelajar-pelajar Indonesia yang sedang belajar di Qadian. Informasi yang disampaikan mahasiswa Indonesia di Qadian saat itu menyebutkan Tuan Rahmat Ali adalah utusan Imam Mahdi.

Mereka juga meminta warga menerima dengan baik apabila Tuan Rahmat Ali berkunjung ke Tapak Tuan. Berbekal informasi ini, ratusan penduduk Tapak Tuan menyambut kedatangan utusan Ahmadiyah tersebut.

Setelah mendengar pidato Maulana Rahmat Ali, ada beberapa penduduk yang menerima bahkan masuk Ahmadiyah. Salah satunya adalah pemuda bernama Abdul Wahid. Ia adalah juru bahasa Arab yang kemudian belajar ke Qadian dan mewakafkan hidupnya menjadi mubaligh Ahmadiyah.

Dikutip dari laman wikipedia, Ahmadiyah adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada 1889. Gerakan ini didirikan di sebuah kota kecil bernama Qadian di negara bagian Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad, sang pencetus gerakan mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al Mahdi.

Para pengikut Ahmadiyah disebut sebagai Ahmadi atau Muslim Ahmadi yang terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah Ahmadiyya Muslim Jamaat atau Ahmadiyah Qadian. Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang berbadan hukum sejak 1953 dengan SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953.

Kelompok kedua adalah Ahmadiyya Anjuman Isha’at-e-Islam Lahore atau Ahmadiyah Lahore. Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang mendapat Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930. Anggaran Dasar organisasi diumumkan Berita Negara tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35.

Aliran ini kemudian dilarang di Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung Indonesia, pada 9 Juni 2008. Keputusan ini mewajibkan penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam.[] Dari Berbagai Sumber

Posted in Dakwah, NasionalComments (0)

Jokowi perlu selesaikan konflik diskriminasi agama lokal

“PENYERANGAN terhadap komunitas Ahmadiyah, pengusiran terhadap jamaah Syiah, dan diskriminasi pada agama-agama lokal adalah persoalan yang butuh penanganan segera,” jelas Direktur Eksekutif Megawati Insititute Siti Musdah Mulia di Jakarta, Selasa (30/9/2014).

Liputan 6

Liputan6.com, Jakarta – Paham kebhinekaan masih dipertanyakan keberadaannya di Indonesia. Alasannya, persoalan pluralisme, toleransi dan perlindungan terhadap minoritas masih dirasakan kurang serius serius.

“Penyerangan terhadap komunitas Ahmadiyah, pengusiran terhadap jamaah Syiah, dan diskriminasi pada agama-agama lokal adalah persoalan yang butuh penanganan segera,” jelas Direktur Eksekutif Megawati Insititute Siti Musdah Mulia di Jakarta, Selasa (30/9/2014).

Siti menjelaskan, pada dasarnya semua warga Indonesia punya hak yang sama untuk hidup aman dan dilindungi negara. Konstitusi Indonesia pun menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Maarif Institut Fajar Riza Ul Haq menambahkan langkah-langkah yang sudah diambil Menteri Agama saat ini, Lukman Hakim Saifuddin perlu dilanjutkan. Sebab, langkah Hakim sudah mengakomodir semua agama yang ada.

“Menteri Agama pernah menyatakan bahwa dia adalah menteri semua agama, bukan menteri agama tertentu. Kementerian Agma sekarang pun juga mengakui agama Baha’i sebagai salah satu agama resmi di Indonesia,” papar Fajar.

Terkait persoalan ini, Fajar punya keyakinan tinggi, bahwa Jokowi mampu mengatasinya. Hal itu telah dibuktikan ketika ia menangani kasus Lurah Lenteng Agung Susan yang ditentang kelompok mayoritas.

“Jokowi juga punya track record dalam mengawal kebhinekaan, ketika mengangkat seorang lurah berdasarkan sistem meritrokasi dan bukan paham keagamaan,” tandas Fajar. (Mut)

Posted in Nasional, PerspektifComments (0)

Komnas HAM desak Jokowi-JK selesaikan kasus pelanggaran hak berkeyakinan

Jakarta, GATRAnews- Hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan menjadi persoalan yang tak kunjung selesai di negara ini. Untuk itu Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) mendesak pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM yang tak terselesaikan selama era pemerintahan SBY.

Komnas HAM telah membentuk Pelapor Khusus untuk memantau upaya negara dalam memenuhi hak atas berkeyakinan dan beragama. Hasil pemantauan Pelapor Khusus menyatakan institusi negara ternyata juga punya peran dalam pelanggaran HAM dalam hal kebebasan berkeyakinan dan beragama secara langsung maupun tidak langsung.

“Pelanggaran yang dilakukan institusi negara antara lain pada kasus Syiah dan Ahmadiyah dimana hak internal mereka untuk bebas menganut agamanya telah dilanggar. Bentuk pelanggarannya, negara gagal dala melindungi mereka karena para penganut Syiah tersebut situduh sebagai penganut aliran sesar, dan dapat pengusiran secara paksa,” jelas Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komnas HAM, Jayadi Damanik, di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (4/9).

Komnas HAM mencatat ada beberapa bentuk pelanggaran HAM dalam hal berkeyakinan dan beragama selama masa pemerintahan SBY yakni pengusiran Jamaah Ahmadiyah di Mataram, pengusiran jamaah Syiah di Sampang, kasus Jemaat Filadelfia di Bekasi, kasus Jemaat GKI Yasmin bogor, penggusuran Masjie di Batuplat, NTT, dan kasus pemggusiran Mushala di Denpasar.

Untuk itu Komnas HAM mendorong Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi-JK untuk berkomitmen dalam pemenuhan hak atas beragama dan berkeyakinan sebagaimana dipaparkan dalam visi misinya saat kampanye. “Untuk itu kami mendesak pemerintahan selanjutnya untuk memberikan perlindungan bagi korban pengungsi Ahmadiyah si Mataram, pengungsi Syiah di Sampang, Jemaat Filadelfia di Bekasi, Jemaat GKI Yasmin bogor dan korban dari pelanggaran hak atas berkeyakinan dan beragama lainnya,” lanjutnya.

Selain itu, menurut Jayadi mendesak pemerintah selanjutnya mengevaluasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri serta Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri. “Kami menuntut pemerintah selanjutnya mengevaluasi Peraturan Bersama Menteri Agama danMenteri dalam Negeri dan mencabut SKB 3 Menteri karena kebijakan tersebut secara formal dan substansial bertentangan dengan konstitusi,” kata Jayadi.

Penulis: RVN
Editor: Nur Hidayat

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

Komnas HAM ingatkan Jokowi-JK soal kebebasan beragama dan berkeyakinan

Era Baru

Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) mengiatkan kepada presiden dan wakil presiden terpilih Jokowi-JK untuk menuntaskan pemenuhan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan karena sudah menjadi persoalan yang tak kunjung diselesaikan.

“Komnas HAM berpendapat bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan hak individu yang tidak bisa ditunda pemenuhannya,” kata Komisioner Komnas HAM Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, M. Imdadun Rahmat dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (4/9/2014).

Ia mengatakan UUD 1945 dan beberapa peraturan perundangan di bahwahnya antara lain UU No 39 Tahun 1999 dan instrumen hukum HAM Internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia yaitu Kovenan Hak Sipil dam Politik (ICCPR) dengan UU No.12 Tahun 2005 telah memuat jaminan atas hak beragama dan berkeyakinan kepada seluruh rakyat Indonesia.

Menurut dia, Komnas HAM telah membentuk Pelapor Khusus untuk memantau upaya negara dalam pemajuan,penghormatan dan pemenuhan Hak atas Kebebasan Bergama dan Berkeyakinan di Indonesia.

Komnas HAM mencatat bahwa berdasarkan hasil pemantauan terjadi pelanggaran kebebasan beragama dan bekeyakinan dalam kategori kebebasan internal dan kebebasan eksternal. Pelanggaran tidak hanya dilakukan oleh institusi non-negara tetapi juga institusi negara dengan tindakan aktif serta pembiaran.

Imdadun mengatakan bahwa sejumlah rekomendasi penyelesaian maupun perlindungan hak dan kebebasan beragama, khususnya kepada kelompok minoritas telah disampaikan kepada aparat negara tetapi tidak mendapatkan respon dan tindak lanjut yang layak khususnya kepada pemerintah pada saat ini.

“Komnas HAM menilai bahwa pemerintah SBY memang tidak mempunyai komitmen dan patut dinilai gagal dalam upaya pemenuhan hak atas kebebasan berkeyakinan,” jelasnya.

Komnas HAM mencatat tentang visi dan misi presiden dan wakil presiden terpilih tentang komitmen atas penegakkan HAM dalam visi dan misi mereka. Atas janji Jokowi-JK, Komnas HAM mendorong presiden terpilih untuk menjawab komitmennya dalam memberikan pemenuhan hak kepada rakyat.

Berikut 5 rekomendasi Komnas HAM kepada presiden terpilih :

Pertama, memberikan kepastian hukum dengan memberikan perlindungan melalui akses kebenaran, keadilan dan pemulihan bagi korban pengungsian Ahmadiyah di Mataram, pengungsi Syiah Sampang, jemaat HKBP Filadelfia Bekasi, jemaat GKI Yasmin Bogor, jamaah Masjid di Batuplat NTT dan jamaah mushalla di Denpasar, Bali.

Kedua, mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat, karena PBM terbukti diskriminatif.

Ketiga, mencabut Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat karena kebijakan itu secara substansial dan formal bertentangan dengan konstitusi.

Keempat, mempertimbangkan pentingnya UU Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan sebagai konsekuensi logis jaminan perlindungan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan kepada seluruh rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi.

Kelima, membentuk Panitia Khusus yang bertugas melakukan penyelesaian kasus-kasus dan pemajuan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia untuk memastikan dilaksanakannya rekomendasi sebagaimana disebutkan dalam butir satu hingga empat sebagai kebijakan prioritas Presiden terpilih.

_
Gambar: Komisioner KOMNAS HAM M.Imdadun Rahmat saat menggelar jumpa pers di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat (Foto: M.Asari)

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

Ini 5 permintaan Komnas HAM kepada Jokowi soal kebebasan beragama dan berkeyakinan

PERTAMA, memberikan kepastian hukum dengan memberikan perlindungan melalui akses kebenaran, keadilan, dan pemulihan bagi korban pengungsian Ahmadiyah di Mataram, pengungsi Syiah Sampang, jemaat HKBP Filadelfia Bekasi, jemaat GKI Yasmin Bogor, jemaah masjid di Batuplat NTT dan jemaah mushala di Denpasar, Bali.

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menagih komitmen presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) atas penegakan dan perlindungan hak beragama, berkeyakinan, dan beribadah.

“Dalam visi dan misinya, presiden terpilih berkomitmen atas penegakan HAM, salah satunya perlindungan dan pemajuan atas hak beragama, berkeyakinan, dan beribadah. Namun, patut dimasukkan ke dalam program prioritas kerja nyata pada awal pemerintahan baru,” ujar Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (4/9/2014), seperti dikutip Antara.

Imdadun menyampaikan, sedikitnya terdapat lima hal terkait kebebasan beragama yang patut dipertimbangkan Jokowi dalam program prioritas di kabinetnya.

Pertama, memberikan kepastian hukum dengan memberikan perlindungan melalui akses kebenaran, keadilan, dan pemulihan bagi korban pengungsian Ahmadiyah di Mataram, pengungsi Syiah Sampang, jemaat HKBP Filadelfia Bekasi, jemaat GKI Yasmin Bogor, jemaah masjid di Batuplat NTT dan jemaah mushala di Denpasar, Bali.

Kedua, mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat karena PBM itu dinilai diskriminatif.

“Pertimbangan kuantitatif dukungan warga dalam pendirian rumah ibadah pada dasarnya hanya memberikan proteksi berlebihan bagi umat mayoritas, sementara kelompok minoritas agama dilanggar,” ujar dia.

Ketiga, mencabut Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat. Kebijakan itu dinilai bertentangan dengan konstitusi.

“Keberadaan SKB itu menjadi pemicu munculnya aksi-aksi kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah di Indonesia,” kata dia.

Keempat, mempertimbangkan pentingnya UU kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagai konsekuensi logis jaminan perlindungan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan kepada seluruh rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi.

Kelima, membentuk panitia khusus yang bertugas melakukan penyelesaian kasus-kasus dan pemajuan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia untuk memastikan dilaksanakannya rekomendasi sebagaimana disebutkan dalam butir satu hingga empat sebagai kebijakan prioritas presiden terpilih.

Editor: Sandro Gatra
Sumber: Antara

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

Komnas HAM tagih janji Jokowi soal Ahmadiyah

Pertama, memberikan kepastian hukum dengan memberikan perlindungan melalui akses kebenaran, keadilan dan pemulihan bagi korban pengungsian Ahmadiyah di Mataram, pengungsi Syiah Sampang, jemaat HKBP Filadelfia Bekasi, jemaat GKI Yasmin Bogor, jamaah Masjid di Batuplat NTT dan jamaah mushalla di Denpasar, Bali.

Harian Terbit

Jakarta, HanTer – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menagih komitmen Joko Widodo (Jokowi) atas penegakan perlindungan dan pemajuan hak beragama, berkeyakinan dan beribadah, yang tertuang dalam visi dan misi Presiden terpilih itu.

“Dalam visi dan misinya Presiden terpilih berkomitmen atas penegakkan HAM, salah satunya perlindungan dan pemajuan atas hak beragama, berkeyakinan dan beribadah, namun patut dimasukkan ke dalam program prioritas kerja nyata di awal pemerintahan baru,” ujar Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.

Imdadun menyampaikan sedikitnya terdapat lima hal terkait kebebasan beragama, yang patut dipertimbangkan Jokowi dalam program prioritas di kabinetnya.

Pertama, memberikan kepastian hukum dengan memberikan perlindungan melalui akses kebenaran, keadilan dan pemulihan bagi korban pengungsian Ahmadiyah di Mataram, pengungsi Syiah Sampang, jemaat HKBP Filadelfia Bekasi, jemaat GKI Yasmin Bogor, jamaah Masjid di Batuplat NTT dan jamaah mushalla di Denpasar, Bali.

Kedua, mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat, karena PBM itu dinilai diskriminatif.

“Pertimbangan kuantitatif dukungan warga dalam pendirian rumah ibadat pada dasarnya hanya memberikan proteksi berlebihan bagi umat mayoritas, sementara kelompok minoritas agama dilanggar,” ujarnya dikutip Antara.

Ketiga, mencabut Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat, karena kebijakan itu dinilai formal dan substansial bertentangan konstitusi. “Keberadaan SKB itu menjadi pemicu munculnya aksi-aksi kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah di Indonesia,” kata dia.

Keempat, mempertimbangkan pentingnya UU Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan sebagai konsekuensi logis jaminan perlindungan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan kepada seluruh rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi.

Kelima, membentuk Panitia Khusus yang bertugas melakukan penyelesaian kasus-kasus dan pemajuan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia untuk memastikan dilaksanakannya rekomendasi sebagaimana disebutkan dalam butir satu hingga empat sebagai kebijakan prioritas Presiden terpilih.

Menurut Imdadun hak kebebasan beragama dan berkeyakinan menjadi persoalan yang tidak kunjung diselesaikan. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dinilainya telah gagal menegakkan kebebasan berkeyakinan.

Dia berharap Jokowi tidak mengulangi kegagalan pemerintahan Yudhoyono itu. “Pemerintahan SBY gagal menegakkan kebebasan berkeyakinan. Kami tidak ingin kegagalan ini diteruskan pemerintahan baru, sehingga kami mengusulkan dalam program 100 hari pemerintahan baru agar dimasukkan agenda ini dalam prioritasnya,” ujar dia.

Dia menekankan selama ini terdapat beberapa kasus yang menjadi perhatian nasional dan internasional, yang menunjukkan kegagalan pemerintahan SBY, seperti fakta warga Ahmadiyah di NTB dan Syiah di Sampang yang harus hidup di pengungsian.

“Dua kasus ini potret yang terang benderang bahwa pemerintah gagal menjalankan kewajibannya. Ini kami sebut gagal, karena Komnas HAM sudah berupaya maksimal berkomunikasi dengan Presiden (Yudhoyono), tapi rekomendasi kami tidak dijalankan,” tegas dia.
(Anu)

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

Komnas HAM minta Jokowi mencabut SKB menteri terkait Ahmadiyah

Pertama, memberikan kepastian hukum dengan memberikan perlindungan melalui akses kebenaran, keadilan dan pemulihan bagi korban pengungsian Ahmadiyah di Mataram, pengungsi Syiah Sampang, jemaat HKBP Filadelfia Bekasi, jemaat GKI Yasmin Bogor, jamaah Masjid di Batuplat NTT dan jamaah mushalla di Denpasar, Bali.

Setia News

Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menagih komitmen presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi), atas penegakan perlindungan dan pemajuan hak beragama, berkeyakinan dan beribadah.

“Dalam visi dan misinya Presiden terpilih berkomitmen atas penegakkan HAM, salah satunya perlindungan dan pemajuan atas hak beragama, berkeyakinan dan beribadah, namun patut dimasukkan ke dalam program prioritas kerja nyata di awal pemerintahan baru,” ujar Komisioner Komnas HAM, Imdadun Rahmat, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.

Imdadun menyampaikan sedikitnya terdapat lima hal terkait kebebasan beragama, yang patut dipertimbangkan Jokowi dalam program prioritas di kabinetnya.

Pertama, memberikan kepastian hukum dengan memberikan perlindungan melalui akses kebenaran, keadilan dan pemulihan bagi korban pengungsian Ahmadiyah di Mataram, pengungsi Syiah Sampang, jemaat HKBP Filadelfia Bekasi, jemaat GKI Yasmin Bogor, jamaah Masjid di Batuplat NTT dan jamaah mushalla di Denpasar, Bali.

Kedua, mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat, karena PBM itu dinilai diskriminatif.

“Pertimbangan kuantitatif dukungan warga dalam pendirian rumah ibadat pada dasarnya hanya memberikan proteksi berlebihan bagi umat mayoritas, sementara kelompok minoritas agama dilanggar,” ujar dia.

Ketiga, mencabut Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat, karena kebijakan itu dinilai formal dan substansial bertentangan konstitusi.

“Keberadaan SKB itu menjadi pemicu munculnya aksi-aksi kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah di Indonesia,” kata dia.

Keempat, mempertimbangkan pentingnya UU Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan sebagai konsekuensi logis jaminan perlindungan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan kepada seluruh rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi.

Kelima, membentuk Panitia Khusus yang bertugas melakukan penyelesaian kasus-kasus dan pemajuan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia untuk memastikan dilaksanakannya rekomendasi sebagaimana disebutkan dalam butir satu hingga empat sebagai kebijakan prioritas Presiden terpilih. [Antara News]

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

Page 2 of 512345

@WartaAhmadiyah

Tweets by @WartaAhmadiyah

http://www.youtube.com/user/AhmadiyahID

Kanal Youtube

 

Tautan Lain


alislam


 
alislam


 
alislam


 
alislam

Jadwal Sholat

shared on wplocker.com