W3vina.COM Free Wordpress Themes Joomla Templates Best Wordpress Themes Premium Wordpress Themes Top Best Wordpress Themes 2012

Tag Archive | "M Imdadun Rahmat"

Catatan The Wahid Institute tentang potret kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia

“Hingga saat ini, ratusan warga Syiah dan Ahmadiyah masih menjadi pengungsi, setelah keyakinan mereka ditolak warga di kampung halaman mereka,” ujarnya istri politikus Gerindra Dhohir Farizi itu.

Lebih Mudah Dirikan Diskotek daripada Tempat Ibadah

Jawa Pos ¦ 30 Desember 2014, 05:07 WIB

GAMBAR: BANYAK PELANGGARAN: Yenny Wahid dalam keterangan pers di kantor The Wahid Institute, Jakarta, Senin (29/12). (M. Ali/Jawa Pos)

Laporan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) masih mewarnai sejumlah wilayah di Indonesia. Data yang dirangkum The Wahid Institute menyebutkan, masih ditemukan intoleransi di 18 provinsi di Indonesia.

DIREKTUR The Wahid Institute Zannuba Arifah Chafsoh Wahid atau Yenny Wahid menyatakan, pihaknya merekam peristiwa-peristiwa yang terkait KBB selama 2014. Sebagian temuan merupakan kasus lama atau menahun yang tidak terselesaikan.

’’Kami tidak bisa menyimpulkan peristiwa-peristiwa pelanggaran KBB hanya terjadi di wilayah itu. Keterbatasan jaringan yang kami miliki mengakibatkan wilayah lain tidak terpantau dengan maksimal,’’ ujar Yenny dalam keterangan pers di kantor The Wahid Institute, Jakarta, Senin (29/12).

Sebanyak 18 wilayah yang menjadi cakupan Wahid Institute meliputi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, DI Jogjakarta, Jawa Timur, Maluku Utara, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Riau, dan Papua.

Total temuan pelanggaran KBB sepanjang 2014 adalah 158 kasus. Putri kedua mantan Presiden Abdurrahman Wahid itu menyebut, dari sisi pelaku, negara sebagai aktor pelanggaran KBB tercatat di 80 kasus. Di 78 kasus lainnya dilakukan aktor non-negara. Keterlibatan negara muncul karena pemerintah setempat atau aparat keamanan ikut mengambil keputusan saat pelaku intoleran melaporkan kelompok minoritas yang dinilai mengganggu lingkungannya.

’’Secara umum, angka pelanggaran KBB ini menurun. Pada 2013, The Wahid Institute mencatat 245 kasus. Namun, angka ini tidak menunjukkan adanya peningkatan tanggung jawab negara dalam menyelesaikan masalah mendasar dari KBB,’’ kata mantan Sekjen DP PKB tersebut.

Yenny menyatakan, turunnya angka pelanggaran KBB bisa disebabkan berbagai faktor. Pada 2014, terjadi momen pemilu legislatif dan pemilu presiden. Isu intoleransi tidak menjadi fokus utama pemberitaan media massa, di mana salah satu sumber riset The Wahid Institute berasal dari situ. ’’Hal ini mengakibatkan isu kebebasan beragama menjadi berkurang,’’ ujarnya.

Yenny mengungkapkan, kontribusi pemerintah sebagai aktor pelanggaran KBB terlihat dari masih banyaknya ratusan perundang-undangan yang diskriminatif dan bertentangan dengan konstitusi, serta belum adanya penegakan hukum yang fair dan adil. Sejumlah aktor non-negara yang menjadi pelaku pelanggaran KBB juga tidak diselesaikan sesuai hukum yang ada.

“Hingga saat ini, ratusan warga Syiah dan Ahmadiyah masih menjadi pengungsi, setelah keyakinan mereka ditolak warga di kampung halaman mereka,” ujarnya istri politikus Gerindra Dhohir Farizi itu.

Yenny menyatakan, selama era pemerintahan SBY, sudah ada sejumlah langkah yang dilakukan. Kini, di era pemerintahan Joko Widodo, Yenny mencatat betul ada visi misi dalam nawa cita yang ingin menghapus regulasi yang berpotensi melanggar HAM kelompok rentan. Pemerintahan Jokowi juga berjanji memberikan jaminan perlindungan dan kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta melakukan langkah hukum terhadap pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama.

’’Janji tersebut harus betul-betul dibuktikan dalam bentuk tindakan nyata. Sejauh ini, belum ada kebijakan langsung atas keduanya,’’ kata alumnus Harvard’s Kennedy School of Government tersebut.

Wakil Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat di tempat yang sama menyatakan, fakta-fakta yang ditemukan The Wahid Institute terkonfirmasi oleh Komnas HAM. Imdadun menilai, pelanggaran KBB terjadi karena ada kecenderungan negara memihak kepada kelompok yang dominan, dibanding kelompok minoritas yang memiliki agama/kepercayaan yang spesifik. ’’Apa yang terjadi selama ini cenderung bukan menangkap pelaku kekerasan, tapi menangkap si korban,’’ kata Rahmat.

Menurut Rahmat, dari sisi non-negara, inisiatif kekerasan muncul dari kelompok dominan. Mereka melakukan kekerasan kepada korban, mendemo pemerintah daerah, kemudian terjadi lobi. ’’Actor state (pelaku negara, Red) kemudian tersandera, memaksa pemerintah melakukan penyegelan, pembubaran, seperti menjalankan order dari kelompok non pemerintah,’’ kata Rahmat.

Rahmat menilai, catatan tersebut harus menjadi evaluasi dan perbaikan bersama. Dia meminta kepada seluruh pihak untuk mengawasi perilaku elite politik dalam memperlakukan kelompok intoleran. Kelompok minoritas yang menjadi korban diharapkan bisa memperkuat dirinya. ’’Saya sedih melihat elite politik menggandeng kelompok intoleran. Yang terjadi kemudian adalah impunitas terhadap kelompok tertentu,’’ ujarnya.

Salah satu ironi pelanggaran KBB adalah sulitnya pendirian rumah ibadah di wilayah tertentu. Kasus GKI Yasmin di Bogor bisa menjadi contoh. Menurut Rahmat, hal itu merupakan sebuah ironi. ’’Kita hidup di negara Pancasila. Namun, mendirikan night club dan diskotek lebih mudah daripada pendirian rumah ibadah,’’ jelasnya.

Rahmat menambahkan, salah satu kesalahan negara saat ini adalah kewajiban sebuah negara untuk membela agama. Paradigma itu keliru. Sebab, negara seharusnya melindungi hak warga negaranya dalam hal kebebasan beragama dan memeluk keyakinan.

’’Kita perlu bahwa negara tidak menempatkan diri sebagai pembela agama. Negara tidak bisa secara langsung membatasi, bahkan melarang, terhadap sebuah keyakinan/agama,’’ tegasnya.(trimujokobayuaji/c17/tom)

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

Komnas HAM sebut pelanggaran kebebasan beragama naik di 2014

DIA menyebutkan beberapa kasus tersebut antara lain, pembangunan Gereja Taman Yasmin Bogor, pembangunan Musala Asyafiiyyah di Denpasar, pemulangan pengungsi warga Syiah Sampang dari tempat pengungsian, dan pemulangan warga Ahmadiyah Lombok.

Reporter: Sherly Iskandar | Selasa, 23 Desember 2014 15:25

Merdeka.com – Tindak pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di 2014 terpantau meningkat dari tahun lalu. Hal tersebut disampaikan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam laporan akhir tahunnya.

“Jumlah pengaduan yang diterima Komnas HAM pada tahun 2013 sebanyak 39 berkas. Pada tahun 2014 ini naik menjadi 67 berkas,” kata Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat, di ruang paripurna Komnas HAM, Selasa (23/12).

Imdadun memaparkan, kasus-kasus tersebut terpecah menjadi tiga kategori. Antara lain, penyegelan dan penghalangan pendirian rumah ibadah, diskriminasi dan kekerasan terhadap pemeluk agama dan keyakinan tertentu, dan penghalangan terhadap ritual pelaksanaan ibadah.

“Kami menemukan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan berbentuk penutupan, perusakan, penyegelan, atau pelarangan rumah ibadah cenderung meningkat dalam satu tahun terakhir,” lanjut Imdadun.

Pihaknya juga mengamati, pemerintah melakukan tindakan pengabaian dalam penyelesaian kasus-kasus lama pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Dia menyebutkan beberapa kasus tersebut antara lain, pembangunan Gereja Taman Yasmin Bogor, pembangunan Musala Asyafiiyyah di Denpasar, pemulangan pengungsi warga Syiah Sampang dari tempat pengungsian, dan pemulangan warga Ahmadiyah Lombok.

“Kasus-kasus tersebut adalah kasus lama yang hingga saat ini belum diselesaikan oleh pemerintah. Terlepas dari kendala yang ada, kasus tersebut mengakibatkan terabaikannya hak-hak dan kebebasan beragama warga negara. Khususnya mengakibatkan ketidakpastian nasib bagi korban,” ujarnya.

Komnas HAM menyimpulkan, tingginya tindak pelanggaran dapat dikaitkan dengan keberadaan kebijakan diskriminatif. Salah satunya SKB 3 menteri pada tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

Untuk itu Komnas HAM merekomendasikan agar peraturan perundang-undangan dan kebijakan di tingkat nasional dan daerah dikaji kembali.

Ke depannya, Komnas HAM berharap agar negara dapat memberikan kepastian hukum dan pemulihan bagi korban kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.

“Kita harapkan tahun depan menjadi tahun penyelesaian dan rekonsiliasi para korban,” pungkas Imdadun.

[did]

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

LAPORAN AKHIR TAHUN KOMNAS HAM: Pelanggaran Kasus Kebebasan Beragama Melonjak

Nasional
Selasa, 23/12/2014 15:43

Reporter: Yohannie Linggasari, CNN Indonesia

image

GAMBAR: Ketua Komnas HAM Hafid Abbas (tengah) bersama Komisioner Komnas HAM Siane Indriani (kiri) dan Ansori Sinungan (kanan) saat memaparkan hasil temuan kasus bentrokan antara oknum TNI-Polri Batam, Jakarta, Jumat (21/11). ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

Jakarta, CNN Indonesia – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan adanya penambahan pengaduan masyarakat terkait tindakan pelanggaran kebebasan beragama/ berkeyakinan di tahun ini. 

Apabila pada 2013 jumlah pengaduan yang diterima Komnas HAM berjumlah 39 berkas, pada 2014 meningkat menjadi 67 berkas.

Ada tiga kategori tema pengaduan kebebasan beragama/berkeyakinan yang dilaporkan pada 2014 ini. Pertama, tindakan penyegelan, perusakan, atau penghalangan pendirian rumah ibadah yang berjumlah 30 berkas.

Kedua, diskriminasi, pengancaman, dan kekerasan terhadap pemeluk agama dan keyakinan tertentu sebanyak 22 berkas. Ketiga, penghalangan terhadap ritual pelaksanaan ibadah sebanyak 15 berkas. 

Dari pantauan Komnas HAM selama satu tahun terakhir, kasus-kasus terkait rumah ibadah cenderung meningkat. “Pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan dalam bentuk penutupan, perusakan, penyegelan, atau pelarangan rumah ibadah merupakan isu menonjol,” kata Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (23/12).

Komnas HAM menilai peningkatan kasus-kasus terkait pendirian rumah ibadah terjadi karena lemahnya penegakan hukum di lapangan. Selain itu, juga disebabkan tidak efektifnya regulasi yang mengatur pendirian rumah ibadah. 

“Keberadaan Peraturan Bersama Menteri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tidak diimplementasikan secara konsisten di lapangan. Meskipun beberapa rumah ibadah sudah memenuhi ketentuan di PBM, namun rumah ibadah tetap tidak bisa didirikan,” katanya.

Komnas HAM menemukan keberadaan PBM justru membatasi kebebasan mendirikan rumah ibadah itu sendiri. PBM juga dinilai menjadi landasan pikir dan tindakan aparat negara melakukan tindakan diskriminasi dan tindakan pelanggaran HAM. 

Beberapa kasus pengabaian pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus lama pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan, di antaranya: pengabaian penyelesaian pembangunan Masjid Nur Musafir di Batuplat, Kupang, Nusa Tenggara Timur, pengabaian penyelesaian pembangunan gereja HKBP Filadelfia, Bekasi, Jawa Barat, serta pengabaian penyelesaian pemulangan warga Ahmadiyah Lombok dari tempat pengungsian Mataram, Nusa Tenggara Barat. 

Selain itu, ada pula kasus pengabaian penyelesaian pembangunan musala Asyafiiyyah, Denpasar, Bali, GKI Taman Yasmin Bogor, dan pengabaian penyelesaian pemulangan pengungsi warga Syiah Sampang dari tempat pengungsian di Surabaya, Jawa Timur.

Keberadaan kebijakan diskriminatif juga dinilai menjadi penyebab tingginya tindak pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan, yaitu Penetapan Presiden RI Nomor 1/PNSP/1965 tentang Pencegahan Penyalahdayagunaan dan/atau Penodaan Agama. 

Selain itu, juga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun 2008.

“Kami telah merekomendasikan untuk mengkaji ulang peraturan yang tergolong diskriminatif ini,” kata Imdadun. Sejumlah rekomendasi juga telah disampaikan Komnas HAM ke aparat negara, tetapi belum mendapatkan respons.

Posted in Persekusi, PerspektifComments (0)

Komnas HAM ingatkan Jokowi-JK soal kebebasan beragama dan berkeyakinan

Era Baru

Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) mengiatkan kepada presiden dan wakil presiden terpilih Jokowi-JK untuk menuntaskan pemenuhan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan karena sudah menjadi persoalan yang tak kunjung diselesaikan.

“Komnas HAM berpendapat bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan hak individu yang tidak bisa ditunda pemenuhannya,” kata Komisioner Komnas HAM Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, M. Imdadun Rahmat dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (4/9/2014).

Ia mengatakan UUD 1945 dan beberapa peraturan perundangan di bahwahnya antara lain UU No 39 Tahun 1999 dan instrumen hukum HAM Internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia yaitu Kovenan Hak Sipil dam Politik (ICCPR) dengan UU No.12 Tahun 2005 telah memuat jaminan atas hak beragama dan berkeyakinan kepada seluruh rakyat Indonesia.

Menurut dia, Komnas HAM telah membentuk Pelapor Khusus untuk memantau upaya negara dalam pemajuan,penghormatan dan pemenuhan Hak atas Kebebasan Bergama dan Berkeyakinan di Indonesia.

Komnas HAM mencatat bahwa berdasarkan hasil pemantauan terjadi pelanggaran kebebasan beragama dan bekeyakinan dalam kategori kebebasan internal dan kebebasan eksternal. Pelanggaran tidak hanya dilakukan oleh institusi non-negara tetapi juga institusi negara dengan tindakan aktif serta pembiaran.

Imdadun mengatakan bahwa sejumlah rekomendasi penyelesaian maupun perlindungan hak dan kebebasan beragama, khususnya kepada kelompok minoritas telah disampaikan kepada aparat negara tetapi tidak mendapatkan respon dan tindak lanjut yang layak khususnya kepada pemerintah pada saat ini.

“Komnas HAM menilai bahwa pemerintah SBY memang tidak mempunyai komitmen dan patut dinilai gagal dalam upaya pemenuhan hak atas kebebasan berkeyakinan,” jelasnya.

Komnas HAM mencatat tentang visi dan misi presiden dan wakil presiden terpilih tentang komitmen atas penegakkan HAM dalam visi dan misi mereka. Atas janji Jokowi-JK, Komnas HAM mendorong presiden terpilih untuk menjawab komitmennya dalam memberikan pemenuhan hak kepada rakyat.

Berikut 5 rekomendasi Komnas HAM kepada presiden terpilih :

Pertama, memberikan kepastian hukum dengan memberikan perlindungan melalui akses kebenaran, keadilan dan pemulihan bagi korban pengungsian Ahmadiyah di Mataram, pengungsi Syiah Sampang, jemaat HKBP Filadelfia Bekasi, jemaat GKI Yasmin Bogor, jamaah Masjid di Batuplat NTT dan jamaah mushalla di Denpasar, Bali.

Kedua, mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat, karena PBM terbukti diskriminatif.

Ketiga, mencabut Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat karena kebijakan itu secara substansial dan formal bertentangan dengan konstitusi.

Keempat, mempertimbangkan pentingnya UU Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan sebagai konsekuensi logis jaminan perlindungan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan kepada seluruh rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi.

Kelima, membentuk Panitia Khusus yang bertugas melakukan penyelesaian kasus-kasus dan pemajuan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia untuk memastikan dilaksanakannya rekomendasi sebagaimana disebutkan dalam butir satu hingga empat sebagai kebijakan prioritas Presiden terpilih.

_
Gambar: Komisioner KOMNAS HAM M.Imdadun Rahmat saat menggelar jumpa pers di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat (Foto: M.Asari)

Posted in Nasional, Persekusi, PerspektifComments (0)

@WartaAhmadiyah

Tweets by @WartaAhmadiyah

http://www.youtube.com/user/AhmadiyahID

Kanal Youtube

 

Tautan Lain


alislam


 
alislam


 
alislam


 
alislam

Jadwal Sholat

shared on wplocker.com